BEIRUT – Kekuatan negara-negara Barat yang terus berusaha menguasai dunia dengan berbagai alasan dan propagandanya, lama-lama membuat Bashar al-Assad gerah. Dalam pertemuan Liga Arab yang berlangsung di Beirut Lebanon kemarin, presiden Suriah itu menegaskan, kalau sampai Barat terus berusaha mengutak-atik kedaulatan di Timur Tengah, mereka akan menghadapi “gempa” yang tidak akan pernah terkira sebelumnya, terutama kalau sampai Suriah juga jadi sasaran intervensi.
Pernyataan ini muncul setelah adanya permintaan perlindungan para pengunjuk rasa yang menginginkan reformasi politik di Suriah, setelah sekitar 3 ribu orang tewas dalam bentrok antara pengunjuk rasa dan pasukan pemerintah. Menurut para aktivis, tentara pemerintah membunuh sedikitnya 50 penduduk sipil dalam 48 jam terakhir. Sementara pihak pemerintah balik mengklaim bahwa para demonstran telah menghabisi 30 tentara di kota Homs dan di kawasan utara provinsi Idlib kemarin.
Dalam pertemuan dengan Liga Arab yang kebanyakan pro Barat, presiden Suriah menegaskan bahwa negara-negara Barat begitu bernafsu untuk menguasai jazirah Arab, dengan berbagai polemik yang sengaja diciptakan atas nama demokratisasi. Mereka terus berusaha meningkatkan tekanan terhadap negara-negara yang mereka nilai tidak mau tunduk dan bekerjasama menjadi boneka dan kaki tangan Barat. Akan tetapi Bashar al-Assad menyatakan, Suriah berbeda dengan negara-negara lain yang sudah tunduk kepada kehendak Barat, karena Suriah punya sejarah yang sangat berbeda dengan mereka, dan saat ini posisi Suriah adalah sebagai jembatan penghubung antar negara-negara Arab. Kalau sampai Suriah diganggu juga, maka akan ada “gempa” besar yang terjadi. Sayangnya pemimpin kharismatik ini tidak menjelaskan lebih detil apa yang dimaksud dengan “gempa” tersebut. Ia hanya menegaskan bahwa Suriah tidak seperti Mesir, Tunisia dan Yaman yang sudah takluk pada kemauan Barat dengan alasan demokratisasi.
Negara-negara Barat terutama Amerika memang paling getol menyuarakan agar Bashar al-Assad turun dari tampuk kepempinannya, dan membiarkan rakyat Suriah menentukan sendiri masa depannya. Amerika dengan berlindung dibalik PBB bahkan mengancam membekukan perdagangan minyak Suriah, dan juga perdagangan di sektor-sektor lain yang jelas akan merugikan negara tersebut. Namun Bashar al-Assad tetap tegar dan berkata, kalau Amerika menginginkan perang seperti yang telah terjadi di Afghanistan, bahkan sepuluh kali lebih besar dari Afghanistan, itu akan dilakukannya kalau sampai Barat berusaha memecah belah Suriah.
Tentang agenda reformasi yang sudah disepakatinya dengan para pengunjuk rasa beberapa waktu lalu, presiden Suriah mengklaim butuh proses untuk bisa melakukan segala sesuatunya dengan baik dan sempurna. Ia mengatakan, memang hanya butuh 15 detik untuk menandatangani sebuah dokumen kesepakatan. Tapi untuk implementasinya di lapangan semua butuh waktu. Ini untuk menjawab desakan dari para demonstran dan juga negara-negara Timur Tengah pro Barat yang menilai reformasi politik di Suriah masih jalan di tempat.
0 komentar:
Posting Komentar